Analisis dan Rancangan Pengembangan Shale Gas di Indonesia


Pengembangan Shale Gas


Mungkin sudah saatnya kita mulai mengembangkan shale gas di Indonesia, mengingat kebutuhan akan gas dari tahun ke tahun meningkat terus. Apalagi PLN sudah mulai bergerak melakukan konversi pembangkit listrik tenaga diesel atau bbm ke arah pemakaian gas alam. Sementara menunggu CBM (Coal Bed Methane), rasanya masih lama. Belum lagi berbagai persoalan non teknisnya yang masih memerlukan fine tuning.

Pemerintah akan mengembangkan shale gas yang potensinya cukup menjanjikan. Sejumlah investor telah menyatakan minatnya untuk mengembangkan migas unconventional ini. Potensi shale gas terdapat di beberapa wilayah seperti di Cekungan Sumatra Utara kita punya Baong Shale, di Sumatra Tengah ada Telisa Shale dan di Jambi serta Sumatra Selatan terdapat Gumai Shale. Begitu juga di Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan hingga Papua, saya yakin ada Formasi Shale yang sangat tebal dan kaya akan organic matter, seperti Formasi Klasafet di Salawati Basi.

Shale di Indonesia bagian Timur lebih matang dibandingkan dengan Indonesia bagian barat. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya shale di Indonesia bagian barat. Shake mengalami pematangan lebih cepat mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan karena berada pada jalur vulkanisme aktif dengan suplai panas yang sangat cukup.

Kita dapat menentukan dengan mudah area yang akan diterapkan teknik shale gas dengan menggunakan teknik non konvensional karena pada umumnya di area tersebut sudah ada kegiatan konvensional. Dengan sudah adanya kegiatan secara konvensional baik eksplorasi dan produksi, pada dasarnya, kita dapat melakukan metode non konvesional pada area itu. Karena pembentukkan awal minyak dan gas melalui dapur hidrokarbon atau yang biasa kita sebut dengan kitchen, juga dapat terbentuk dari source rock. Lapisan batuan shale yang terbentuk dari endapan di laut atau danau memiliki tekstur yang halus karena kaya akan kandungan material organik, seperti plankton, benton dan sebagainya. Pemampatan material organik tadi selama jutaan tahun dengan temperatur tinggi dapat menyebabkan terbentuknya korogen atau material yang lepas dari batuan induk dalam bentuk hidrokarbon. Gas juga bias terbentuk karena over mature, berlaku ketika Time Temperature Index (TTI) pada minyak melebihi 180 derajat akan terbentuk gas.

Beberapa syarat terjadinya akumulasi hidrokarbon atau migas adalah, pertama, dengan adanya kitchen. Kedua, ada jalur migrasi melalui perlipatan dan rekahan. Ketiga, ada reservoir di dalam yang mengandung batuan pasir, batuan gamping, dan sebagainya. Keempat, ada jebakan yang biasa disebut antiklin dan pada metode konvensional terdapat lapisan penutup yang kedap dan tidak dapat ditembus. Sedangkan pada metode non konvensional, kita bisa langsung mengebor ke dapurnya tidak perlu mencari reservoir atau antiklinnya. Namun pada umumnya dapur tersebut tidak mempunyai porositas atau bersifat impermeable sehingga memerlukan teknologi fracturing (rekah). Dalam kasus ini, teknologi fracturing yang dibutuhkan adalah hydraulic fracturing.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment