Hydraulic Fracturing adalah suatu
proses perekahan batuan pada suatu lapisan formasi dengan cara memompakan
fluida perekah dengan tekanan tinggi sehingga dapat merekahkan batuan formasi.
Rekahan yang dihasilkan oleh propan agar tidak menutup kembali. Rekahan yang
dihasilkan dari hydraulic fracture menambahkan jalur air dari
reservoir menuju sumur atau biasa disebut menambah jari jari sumur efektif.
Seringnya hydraulic fracture dilakukan dalam kondisi batuan
dengan permeabilitas menegah kebawah. Tujuan utamanya adalah meningkatkan
jari-jari sumur efektif dengan cara membuat rekahan pada formasi dengan panjang
tertentu dimana konduktivitas nya lebih besar dibandingkan konduktivitas
formasi. Arah rekahan dari hydraulic fracture umumnya tegak
lurus dengan arah stress terkecil dari suatu formasi. Karena itu, arah
rekahan hydraulic fracture bergantung pada mekanika batuan,
kedalaman, dan tekanan overbudden formasi. Rekahan vertikal akan terbentuk jika
arah stress terkecil horizontal.
Sebelum melakukan hydraulic fracture, perlu dilakukan
desain terlebih dahulu. Beberapa hal yang harus dilakukan adalah pemilihan
fluida perekah, propan, penentuan tekanan injeksi, penentuan model perekahan,
dan penentuan geometri rekahan. Setelah parameter di desain, kemudian dilakukan
analisis peramalan produksi dan juga keekonomian. Parameter yang di desain
tersebut bergantung juga pada mekanika batuan, kedalaman, ketebalan formasi,
tekanan overbudden formasi, tekanan reservoir, properti reservoir, dan properti
fluida.
Dari beberapa komponen sebelum dilakukannya Hydraulic
Fracturing, maka selanjutnya kita memasuki proses Fracking itu
sendiri. Frakturing menstimulasi aliran gas bumi yang terperangkap dalam batuan
yang berada di sekitar 7000 – 14 000 kaki di bawah permukaan tanah. Teknik
fracking diawali dengan pengeboran secara vertikal hingga sampai ke dalaman
formasi shale (di atas 7 000 kaki) lalu diikuti dengan pengeboran horizontal
(hingga 4 000 kaki) yang menembus formasi shale. Pengeboran ini kemudian diikuti
dengan pemasangan casing atau pelindung aliran pengeboran sumur gas yang
terdiri dari lapisan baja dan semen dengan berlapis-lapis agar tidak bocor
mengontaminasi lingkungan tanah sekitar sumur. Gambar casing untuk perlindungan
eksplorasi ditampilkan oleh Gambar di bawah ini.
2.2.2 Penggunaan Zat Aditif pada Teknik Hydraulic Fracturing
Injeksi fracking fluid yang mengandung banyak aditif ini pada dasarnya
akan membuat pori atau lubang buatan menjadi semakin membesar dan bercabang.
Injeksi kemudian diikuti dengan penarikan atau pemompaan kembali fracking fluid
tersebut ke atas permukaan. Fracking fluid yang diangkat ke permukaan kembali
ini sering disebut dengan produced water atau flowback water. Produced water
merupakan limbah cair dari proses eksplorasi dengan teknik fracking. Limbah
cair sebenarnya sangat berbahaya karena kandungan berbagai bahan kimia yang
dimilikinya. Limbah cair ini kemudian ditaruh atau disimpan dalam suatu pit dan
kemudian dibiarkan terevaporasi dengan dibantu evaporation sprayers. Pada
prakteknya, penarikan kembali fracking fluid ke permukaan hanya berhasil
mengembalikan 25% sampai 50% dari volume yang diinjeksikan sehingga dapat
disimpulkan bahwa sisa fracking fluid yang tidak dapat di-recovery masih berada
di dalam shale. Setelah dilakukan penarikan kembali fracking fluid, kemudian
gas dalam shale dapat diambil secara ekonomis. Seperti disebutkan sebelumnya,
selama sumur gas produktif menghasilkan, biasanya hydraulic fracturing ini
dilakukan sampai 18 kali. Selain itu, pemanfaatan shale gas secara komersial
juga harus lebih banyak melibatkan sumur atau penggalian per kilometer cakupan
area yang diekplorasi jika dibandingkan dengan sumur gas konvensional. Dengan
banyaknya penggunaan zat aditif membuat teknik ini sangatlah tidak aman dalam
penggunaannya. Beberapa bahan aditif tersebut dan kegunaaanya adalah:
No.
|
Tipe Aditif
|
Tujuan Penggunaan
|
Contoh dari Bahan Kimia
|
1.
|
Proppant
|
Membuka
retakan atau pori buatan dalam shale yang dibuat perforated device agar
aliran gas mengalir bebas ke dalam sumur
|
Pasir
[Sintered bauxite; zirconium oxide; ceramic beads]
|
2.
|
Asam
|
Pembersihan setiap
lubang-lubang fissures dan daerah interval lubang di formasi shale dan
meningkatkan akses dalam lubang sampai ke sumur gas untuk stimulasi aliran
|
HCl, 3% to
28% atau muriatic acid
|
3.
|
Breaker
|
Mengurangi
viskositas fracking fluid, memudahkan pelepasan proppant dan untuk
meningkatkan recovery
|
Peroxydisulfates
|
4.
|
Biocide
|
Menghambat pertumbuhan
mikroba yang dapat memproduksi gas H2S dalam sumur agar gas bumi tidak
terkontaminasi dan agar tidak menghambat laju gas
|
Gluteraldehyde;
2-Bromo-2-nitro-1,2- propanediol
|
5.
|
pH adjusting agent /
buffer
|
Mengatur pH agar
aditif lain dapat bekerja dengan optimal sepeti crosslinker
|
Natrium
atau kalium karbonat; Asam asetat
|
6.
|
Clay stabilizer
|
Menghindari swelling
dari tanah liat agar tidak mengahalangi pori-pori buatan yang dapat
mengurangi permeabilitas gas
|
Garam-garam
(e.g., tetramethyl ammonium chloride); Kalium klorida
|
7.
|
Corrosion inhibitor
|
Mengurangi tingkat
korosifitas dari fracking fluid agar casing dan peralatan yang membawa
fracking fluid tidak mudah korosi
|
Metanol;
ammonium bisulfate untuk Oxygen Scavengers
|
8.
|
Crosslinker
|
Pembawa
agen yang digunakan untuk peningkatkan viskositas agar dapat meningkatkan
jumlah proppant dalam fracking fluid
|
Kalium
hidroksida; Garam-garam borate
|
9.
|
Friction reducer
|
Memudahkan fracking
fluid untuk mengalir dan ditekan tanpa mengalami banyak gesekan
|
Sodium
acrylateacrylamide copolymer; polyacrylamide (PAM); petroleum distillates
|
10.
|
Gelling agent
|
Meningkatkan
viskositas fracing fluid untuk peningkatan jumlah proppant
|
Guar
gum; petroleum distillate
|
11.
|
Iron control
|
Menghindari
pengendapan senyawa karbonat dan sulfat yang dapat memblok aliran gas dalam
sumur
|
Ammonium
chloride; ethylene glycol; polyacrylate
|
12.
|
Pelarut
|
Aditif yang larut
dalam minyak, air dan senyawa-senyawa asam dalam fracking fluid untuk
mengatur tegangan permukaan dan mengontrol tingkat emulsi
|
Beberapa
hidrokarbon aromatik
|
13.
|
Surfaktan
|
Mengurangi tegangan
permukaan fracking fluid agar meningkatkan recovery
|
Metanol; isopropanol; ethoxylated
alcohol
|
Salah satu metode dalam memproduksi
shale gas adalah dengan menggunakan metode fracking. Alasan penggunaan metode
ini adalah karena shale gas hanya bisa diperoleh dengancara non konvensional.
Penggunaan metode non konvensional dikarenakan shale gas adalah sisa – sisa gas
yang letaknya dibawah pori-pori batuan (shale formation) di kedalaman ≥1500 m.
Selain itu, lokasi keberadaan shale gas biasanyaterletak di daerah dengan
porositas tinggi, tetapi permeabilitasnya rendah. Hal ini menyebabkan shale gas
yang ada di bawahgas konvensional tidak bisa dikeluarkan dengan metode
konvensional. Oleh karena itu, maka harus digunakan metode non konvensional,
salah satunya adalah fracking.
Menurut
Jesse Jenkins metode fracking adalah metode pengeluaran gas yang dilakukan
dengan cara memompakan jutaan galon air, pasir, dan bahan kimia (asam sitrat,
benzena danformaldehida) ke dalam perut bumi di lokasi shale gas. Semua
material tersebut dipompakan melalui lubang sumur yang telah dibor horizontal
ke dalam formasi shale rock dengan menggunakan tekanan hingga 15.000 pon per
inci persegi. Liquid yang diinjeksikan akan menyebabkan ekstraksi di dalam
sumur dan akan melepaskan gas dan minyak dari celah/poribatuan sehingga minyak
dan gas tersebut dapat diproduksi atau diangkut ke atas permukaan.
Out Of Topic Show Konversi KodeHide Konversi Kode Show EmoticonHide Emoticon